Kamis, 01 Desember 2016

Jalan berliku (1)

sudah sebulan toga aku tanggalkan, tetapi pekerjaan masih belum menjadi bagian dari skenario rizkiku. Sunter, bandung, jogja, menteng, tangerang sudah ku jelajahi dalam rangka menjemput skenario rizkiku, tapi apa daya jika belum ditakdirku maka hingga bumi berbentuk love pun rasanya masih tetap tidak akan menjadi milikku. Ada sedikit perasaan cemas yang singgah di hati, tetapi aku masih berusaha menghibur diri dengan gadgetku, atau dengan berbicara apa saja dengan nenek ku atau bahkan sekedar membaca buku tentang pranikah sebagai bekal untuk kehidupan berkeluarga kelak tetapi itu semua masih belum mampu mengusir rasa cemas di hatiku, pertanyaan "bagaimana jika aku terus2an menganggur?apa kata orang?bagaimana aku bisa mendapatkan penghasilan?" Kecemasanku semakin menjadi-jadi. Aku ingin sedikit bercerita, lowongan pekerjaan yang tersedia selalu ada setiap harinya, perusahaan2 akan silih berganti membuka kesempatan bagi siapapun yg memenuhi kompetensinya, tetapi kenapa masih banyak pengangguran seperti saya?nah ini menunjukkan bahwa mencari pekerjaan tidak sulit yang sulit hanyalah mendapatkannya. Bukan karena tidak mampu, tetapi karena tidak cocok. mungkin disini letak kesalahan sistem pendidikan kita, kampus belum mampu menyiapkan sarjana yang siap memenuhi kebutuhan perusahaan. Singkat cerita, perlahan-lahan satu persatu orang2 terdekat membujuk saya untuk ikut andil dalam berkontribusi membangun peradaban umat, melaluo pendidikan. Ini hal yang sangat baru bagi saya, saya tidak pernah mempelajari ilmu tentang pendidikan sama sekali di kampus. Tetapi hati kecil saya ingin sekali untuk ikut berperan, meskipun secara kompetensi sayan yakin saya masih belum mampu. Dan jika  brrhitung2 sederhana tawarannya sangat tidak menggiurkan dibandingkan tawaran kerja di industri yang saat itu sudah datang 2 kali melalui email dan meminta saya untuk melakukan pertemuan dengan bagian personalia di head office, jika diukur dari segi materi dilihat dari ujung kutub pun sangat berbeda jauh hanya saja hati kecil saya terus berbisik bahwa hidup ga melulu soal duit.