Kamis, 24 Desember 2015

Risk Based Inspection (Inspeksi Berbasis Resiko)

Industri minyak dan gas adalah industri yang memiliki equipment-equipment yang kompleks serta memiliki tingkat resiko yang tinggi, sehingga diperlukan suatu metode yang mampu menyelesaikan permasalahan dalam industri minyak dan gas secara komperhensif. hal inilah yang membuat American Petroleum Institute (API) pada tahun 1993 menginisiasi program pengembangan metode penyelesaian masalah dalam bidang minyak dan gas. API juga didukung oleh perusahaan-perusahaan besar dalam bidak minyak dan gas di dunia, diantaranya adalah aramco, conoco, chevron, BP, exxon, dll. API mengembangkan metode yang sudah ada sebelumnya. yaitu Base Resource Docement (BRD) agar mampu menjawab permasalahan secara komperhensif baik dalam bidang konsekuensi dari kegagalan, finansial, safety (keselamatan), dan dampak terhadap lingkungan. Pengembangan ini juga dilakukan secara massive oleh perusahan yang mendukung API, sehingga API mampu mengembangkan metode BRD menjadi metode yang lebih sederhana namun mampu menyelesaikan masalah secara komperhensif, metode tersebut diberi nama Risk Based Inspection (RBI). Tujuan dari program RBI diantaranya adalah:

  • menyeleksi unit operasi dalam plant untuk mengidentifikasi area yang memiliki resiko tinggi
  • mengestimasi nilai kerusakan item dalam equipment pada proses refiny atau proses kimiawi
  • memprioritaskan equipment untuk diinspeksi berdasarkan perhitungan resiko
  • mengatur (memanage) resiko dari kegagalan secara sistematis
Ada beberapa istilah penting dalam metode RBI yang harus dipahami, diantaranya adalah risk, probability, dan consequence. saya akan menjabarkan definisi-definisi tersebut berdasarkan API 581.
consequence adalah efek (outcome) dari suatu kejadian atau situasi dalam bentuk kualitatif atau kuantitatif, baik kerugian, cidera, atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Probability adalah kemungkinan dari akibat tertentu (spesifik), ditentukan dengan rasio dari spesific outcome dengan nilai total dari kemungkinan outcome. Sedangkan risk adalah peluang dari sesuatu yang akan terjadi yang memiliki impact atau dampak secara objektif, risk adalah hasil kali dari probability dengan consequence.
Dalam program RBI ada dua metode yang digunakan, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitaid, tentu saja kedua metode ini sangat berbeda. Metode kualitatif adalah metode untuk mengidentifikasi probability dan consequence berdasarkan justifikasi engineering dan pengalaman, sehingga metode ini sangat bergantung terhadap kapabilitas dari insoector RBI itu sendiri, semakin matang kemampuan dan pengalaman inspector maka hasil analisisnya akan semakin mendalam. Hanya saja metode kualitatif memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah hasil analisis yang akurasinya dibawah metode kuantitatif karena bisa dilihat dari output metode ini berupa skala penilaian seperti high, medium, atau low bukan dalam angka spesifik, selain itu metode ini tidak mampu menganalisis secara komperhensif, maka tidak tepat jika digunakan untuk unit-unit yang memiliki bentuk yang kompleks. metod kedua adalah metode kuantitatif, metode kuantitatif mengintegrasikan operating practice, operating history, component reability, human actions, the physical progression of accidents, and potential enviromental and healt effect menjadi sebuah metode yang serealistis mungkin. Metode ini menggunakan model logika yang menggambarkan kombinasi dari suatu peristiwa yang mampu mengakibatkan kecelakaan yang parah dan model fisik yang menggambarkan perkembangan kecelakaan (accident) dan dampak dari kerusakan material terhadap lingkungan. Karena metode kuantitatif dimodelkan secara matematis maka sudah tentu hasilnya lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kualitatif.
Hanya saja dapat disayangkan metode RBI ini masih belum distandarisasi di Indonesia  khususnya oleh instansi pemerintah terkait.

Selasa, 22 Desember 2015

Faktor-faktor yang Menyebabkan Logam Failure (patah)

fakta di lapangan menunjukkan bahwa semua logam akan mengalami failure/patah meskipun bentuk patahannya berbeda-beda. Pada dasarnya ada tiga jenis patahan yang terjadi pada logam, yaitu patahan fatigue (ulet), patahan getas, dan patahan clevage. Patahan fatigue atau ulet ditandai dengan adanya deformasi plastis yang terjadi pada logam tersebut, dan logam tersebut membutuhkan energi yang cukup besar untuk menginisiasi patahan, sedangkan jika dilihat dari pola patahannya maka patahan jenis fatigue ini berserabut. Patahan getas berbanding terbalik dengan patahan fatigue, patahan getas tidak mengalami deformasi plastis melainkan deformasi yang terjadi hanyalah deformasi elastis saja hingga logam tersebut patah, maka energi yang dibutuhkan untuk patah getas ini cenderung lebih kecil, jika dilihat dari pola patahannya maka pola patahan getas ini cenderung terlihat terang (kristal). Patahan clevage terjadi pada material getas yang memiliki struktur kristal BCC, peristiwa cleavage berawal pada batas butir (grain boundary). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi failure adalah parameter material, proses pengerjaan, dan lingkungan.
  • parameter material
  1. ukuran butir
batas butir pada struktur mikro material akan mempengaruhi ketahanan lelah suatu material sampai terjadinya failure. ukuran butir yang halus akan cenderung memiliki umur lelah yang lebih baik, karena ukuran butir yang halus cenderung memiliki sifat yang ulet. Tetapi struktur yang halus juga memiliki kelemahan yaitu apabila diberi notch atau tekikan pada permukaan maka akan mempercepat proses perambatan retak sehingga material jadi lebih mudah mengalamai failure. struktur yang kasar memiliki kelebihan lebih tahan terhadap creep atau mulur.
    2.  kekuatan logam
secara sederhana kekuatan logam berbanding lurus dengan umur lelahnya dengan catatan tidak ada diskontinyuitas yang menurunkan kekuatan logam.
    3.  Penguatan dengan larutan padat
proses peningkatan kekuatan suatu material dengan memanfaatkan larutan padat akan meningkatkan kekuatan material jika menggunakan proses interstisi karena dengan demikian yang terjadi hanya stress aging bukan residual stress yang menyebabkan konsentrasi tegangan.
  4.   struktur mikro
struktur mikro suatu logam akan berkaitan erat dengan sifat mekanik logam itu sendiri, jika struktur yang dihasilkan perlite maka material akan menjadi ulet tetapi jika yang dihasilkan martensite maka material akan menjadi getas.
  • Parameter proses pengerjaan
  1. proses pengecoran: proses pengecoran pada saat proses pemanasan dan pendinginan akan sangat mempengaruhi umur lelah suatu material. Apabila proses pemanasan terlalu tinggi butiran yang terbentuk terlalu kasar sehingga maaterial akan getas dan mudah patah. jika pendinginan tidak sempurna maka akan banyak diskontinyuitas yang terbentuk, retak, atau tidak homogennya unsur paduan, sehingga menyebabkan tegangan yang terkonsentrasi pada diskontinyuitas tersebut.
  2. proses pembentukkan: umumnya proses pembentukkan yang marak dilakukan di industri adalah proses rolling, dimana proses rolling ini bertujuan untuk mereduksi ukuran dari logam dengan memberikan beban sehingga deformasi plastis terjadi. hanya saja proses roll ini meninggalkan tegangan sisa dipermukaan, selain itu menyebabkan permukaan terlipat dan tidak terdeformasi sempurna sehingga permukaan tidak bisa homogen dalam mendistribusikan tegangan eksternal, semakin tebal bagian yang terdeformasi maka semakin banyak diskontinyuitas yang terbentuk.
  3. Proses pengelasan: proses pengelasan memiliki potensi cacat material yang tinggi, yang disebabkan oleh overheating, quenching, dsb. jika dianalisis struktur mikronya, maka logam induk akan memiliki sruktur mikro yang berbeda dengan wilayah HAZ karena HAZ merupakan daerah yang menerima efek pemanasan akibat las, sehingga HAZ akan lebih getas dibandingkan dengan logam induknya. selain itu cacat las yang biasanya mengakibatkan adanya crack adalah inklusi, yaitu tidak larutnya unsur kimia sehingga akan menyebabkan adanya konsentrasi tegangan. oleh karena itu dalam proses las dibutuhkan post weld heat untuk mereduksi diskontinyuitas akibat proses las.
  4. proses perlakuan panas: proses perlakuan panas dibutuhkan untuk menaikkan kekuatan dari suatu logam, dengan memanaskan logam lalu diquench. proses quenching(didinginkan cepat) ini menyebabkan proses difusi tidak sempurna sehingga tegangan akan terkonsentrasi dan menginisiasi crack. contohnya pada proses hardening dengan tujuan membentuk martensit tetapi menyebabkan logam menjadi getas dan mudah failure sehingga perlu disempurnakan dengan tempering dengan tujuan membentuk bainit agar material lebih ulet tetapi memiliki kekerasan yang cukup baik.
  • faktor lingkungan
  1. Temperatur: temperatur yang tinggi akan menyebabkan logam semakin mudah terdeformasi plastis sehingga jika logam ulet berada dalam lingkungan temperatur tinggi maka logam menjadi semakin mudah failure.
  2. lingkungan korosif: peristiwa korosi akan menyebabkan peristiwa failure semakin cepat terjadi.

Rabu, 02 Desember 2015

My Life is My Temporary Journey: Non Destructive Test (Penetrant Test dan Magnetic ...

My Life is My Temporary Journey: Non Destructive Test (Penetrant Test dan Magnetic ...: kerusakan material pada suatu struktur atau komponen adalah hal yang pasti terjadi, hanya saja penyebab dari kegeagalan atau kerusakan mater...

My Life is My Temporary Journey: Ma'rifatul Islam

My Life is My Temporary Journey: Ma'rifatul Islam: Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah yang diturunkan melalui para nabi dan rasulNya untuk disampaikan kepada seluruh ...

Non Destructive Test (Penetrant Test dan Magnetic Test)

kerusakan material pada suatu struktur atau komponen adalah hal yang pasti terjadi, hanya saja penyebab dari kegeagalan atau kerusakan material dapat berbeda-beda, diantaranya adalah cacat akibat adanya crack (retak), korosi, atau karena fatigue. ada beberapa metode untuk mendeteksi adanya cacat dalam suatu struktur material tetapi pada kesempatan kali ini saya akan membahas dua metode yang paling sederhana saja, yaitu PT (Penetrant Test) dan MT (Magnetic Test).
  • PT (Penetrant Test)
Penetrant test adalah salah satu metode NDT (Uji tanpa merusak) untuk mendeteksi cacat pada permukaan material dengan memanfaatkan liquid penetrant dengan prinsip hukum kapiler. ada dua macam jenis liquid pentrant, yang pertama adalah liquid pentrant yang berwarna merah dan pentrant floroscene. ada dua perbedaan dari jenis liquid pentrant ini, jika liquid penetrant yang berwarna merah kita tidak membutuhkan alat bantu untuk mendeteksi adanya cacat sedangkan floroscene harus dibantu dengan sinar UV untuk mendeteksi adanya cacat. Rangkaian metode pada PT ini adalah sebagai berikut:
  1. Membersihkan permukaan untuk menghilangkan segala jenis hambatan yang mampu menghambat penetrasi penetrant pada permukaan material. disarankan menggunakan larutan yang memiliki boiling ability yang tinggi seperti tiner dsb.
  2. menyemprotkan penetrant ke permukaan material (ditunggu selama 10 menit) jika penetrant mengering sebelum 10 menit maka semprotkan penetrant lagi.
  3. bersihkan penetrant dari permukaan material hingga bersih
  4. semprotkan developer ke atas permukaan material dan tunggu beberapa saat. developer berfungsi untuk menarik penetrant yang terperangkap di dalam cacat untuk muncul dipermukaan agar bisa dilihat secara visual oleh inspector.
  5. amati indikasi cacat dan lakukan post cleaning
adapun keuntungan dan kekurangan metode ini adalah:
advantages:
  1. murah
  2. portable
  3. tidak membutuhkan keahlian khusus
  4. indikasi cukup jelas
  5. dapat mengetahui orientasi cacat
  6. cepat
disadvantages:
hanya bisa mendeteksi di permukaan saja
Prinsip kerja PT

Contoh penetrant dan developer
  • Magnetic Test (MT)
Magnetic Test adalah metode NDT yang memanfaatkan medan magnet untuk mendeteksi adanya cacat pada permukaan dan sedikit di bawah permukaan (<5mm). medan magnet timbul akibat adanya arus yang mengalir baik itu AC ataupun DC. prinsip dasar dari metode magnetic test ini adalah memanfaatkan perbedaan kutub antara kutub selatan dan kutub utara. medan magnet akan mengalir dari kutub selatan menutu kutub utara. jika ada indikasi cacat maka akan ada kutub baru sehingga akan ada medan magnet baru yang timbul.

jika ada indikasi cacat maka akan ada kutub baru

ada tiga jenis metode MT:
  1. AC: dimana metode ini memanfaatkan arus AC untuk membentuk medan magnet, karena menggunakan arus AC maka harus bersumber pada sumber listrik sehingga metode ini tidak praktis karena tidak bisa portable. metode ini mampu mendeteksi cacat sampai kedalaman 4mm di bawah permukaan. metode ini tidak direkomendasikan untuk industri minyak dan gas karena metode ini berbahaya untuk lingkungan minyak dan gas, karena menggunakan sumber listrik maka memiliki potensi terjadinya konslet yang bisa melahirkan percikan api atau bahkan kebakaran.
  2. DC: metode ini menggunakan arus DC yang bersumber dari batrei sehingga alat ini lebih fleksible dibandingkan dengan metode AC karena tidak membutuhkan sumber listrik langsung. metode ini mampu mendeteksi cacat hingga 5mm di bawah permukaan.
  3. Permanent Magnetic: metode ini menggunakan medan magnet permanent sehingga tidak membutuhkan arus listrik lagi untuk menghasilkan medan magnet. metode ini lebih fleksibel dan cenderung lebih aman.
metode MT ini membutuhkan partikel magnetik sebagai media pendeteksi adanya indikasi cacat yang diletakkan di atas permukaan material yang ingin diuji. ada dua jenis partikel magnetik, yaitu partikel magnetik basah dan partikel magnetik kering. keduanya memiliki kelemahan dan kelebihan, partikel magnetik basah dapat digunakan untuk bentuk material yang tidak flat sedangkan partikel kering sulit digunakan untuk bentuk yang kompleks tetapi partikel kering lebih cepat mendeteksi adanya cacat. umumnya partikel kering berwarna merah dan partikel basah berwarna hitam.
adapun kelebihan dan kekurangan metode Magnetic Test ini adalah:
kelebihan:
  1. murah
  2. sederhana
  3. hasil yang cepat
  4. portable
kekurangan:
  1. tidak bisa mendeteksi indikasi cacat yang letaknya jauh dari permukaan