Zaid bis
tsabit termasuk golongan kaum anshar (masyarakat madinah). Sewaktu Rasulullah
SAW sampai ke madinah usia zaid bis tsabit masih 11 tahun. Beliau memeluk agama
islam bersama-sama dengan keluarganya. Meskipun usianya masih sangat kecil,
tetapi beliau merupakan sosok yang luar biasa kesolihan, kecerdasan, dan
keberaniannya. Pada satu kesempatan zain bin tsabit pernah dibawa oleh ayahnya
menghadap Rasulullah SAW untuk meminta izin agar diikutkan dalam perang badar,
namun Rasululah SAW tidak mengizinkan karena usianya yang masih kecil. Tidak
menyerah sampai disitu, ketika umat islam sedang bersiap untuk perang uhud,
zaid bin tsabit bersama rekan-rekan sebayanya menghadap Rasulullah SAW sambil
mengiba agar diikutsertakan dalam barisan pasukan mujahidin untuk berperang
diperang uhud. Tetapi Rasulullah masih belum mengizinkan zaid bin tsabit untuk
bergabung karena usianya yang belum cukup dewasa dan fisiknya yang masih kecil
tetapi Rasulullah berjanji untuk mengikut sertakan zaid bin tsabit diperang
umat islam yang selanjutnya. Akhirnya zaid bin tsabit mampu bergabung dengan
pasukan mujahidin untuk berperang pada perang khandaq, tahun 5 H.
keimanan
zaid tumbuh sangat pesat dan menakjubkan, karena zaid dianugerahkan oleh Allah
otak yang sangat cerdas sehingga ia mampu menghafal al-qur’an, menjadi notulen
bagi Rasulullah disaat wahyu diturunkan. Ketika rasulullah mulai berekspansi
keluar kota madinah, rasulullah mengirimkan surat kepada raja-raja, dan sebelum
itu Rasulullah mempercayai zaid untuk belajar bahasa para raja-raja. Dalam
waktu yang singkat zaid mampu menguasi bahasa para raja seperti yang
diamanahkan oleh Rasulullah SAW. Berkat kerja kerasnya, kesalihannya,
kecerdasannya sehingga zaid bin tsabit pernah diamanahkan sebagai ketua dewan
peradilan, ketua dewan fatwa, ketua tim pembaca al-qur’an, dan ketua tim
pembagi harta warisan. Karenanya ibnu abbas begitu menghormati zaid meskipun
zaid lebih muda usianya dibandingan ibnu abbas.
Al-qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur, selama kurang lebih 21 tahun. Setelah semua
ayat alqur’an telah selesai diturunkan, Rasulullah membacakannya kepada kaum
muslimin secara tersusun ayat demi ayat, surat demi surat. Setelah Rasulullah
wafat, kaum muslimin disibukkan dengan peperangan, sehingga mengakibatkan
banyaknya korban jiwa khususnya dari para penghafal al-qur’an. Oleh sebab itu,
umar bin khattab berinisiatif menghadap abu bakar as-shiddiq mengusulkan agar
al-qur’an dibukukan sebelum semua penghafal qur’an gugur menjadi syuhada.
Setelah meminta petunjuk kepada Allah SWT dan berdiskusi dengan para sahabat
khalifah Abu bakar As-shiddiq memutuskan untuk mengamanahkan zaid bin tsabit
untuk menghimpun Al-qur’an dan dibantu oleh para penghafal al-qur’an
lainnya. Zaid menjalankan amanah dengan
ikhlas dan penuh tanggung jawab, semata-mata untuk menjaga izzah dan masa depan
agama islam itu sendiri. Ia kumpulkan ayat demi ayat, surat demi surat,
lembaran demi lembaran bersama para penghafal lainnya dengan sangat teliti
hingga akhirnya seluruh ayat dan surat terkumpul dengan rapih. Zaid
mendeskripsikan tugas yang diamanahkan kepadanya seperti berikut. “Demi Allah,
seandainya mereka memintaku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, itu lebih
mudah bagiku daripada menghimpun Al-Qur’an”.
Jasa zaid
untuk agama ini sangatlah besar, usianya yang masih muda tidak dijadikan alas
an untuk menyia-nyiakan waktu yang ia miliki. Tidak ada kecintaan yang melebihi
kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Bisa kita bayangkan berapa banyak
pahala yang zaid hasilkan, karena setiap huruf yang dibaca oleh umat muslim
maka mengalir kebaikan kepadanya. Subhanallah, alangkah bagaianya menjadi zaid
bin tsabit, kisah ini bias kita jadikan ibroh serta motivasi bagai kita semua
untuk bersungguh-sungguh dalam belajar, khususnya mempelajari agama islam ini,
bersemangat dalam menyambut panggilan jihad, dan mengaplikasikan amalan-amalan
yang sudah zaid lakukan, agar aka nada banyak zaid zaid lainnya di seluruh
penjuru dunia untuk meninggikan agama islam ini.
Wallohua’lam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar